Kembangkan bisnis Anda dengan buletin Discover
Saran & wawasan logistik langsung ke kotak masuk Anda
Berlangganan sekarang
Peningkatan kesadaran lingkungan dalam dekade terakhir tidak dapat disangkal. Ini menyoroti kebutuhan mendesak akan perubahan untuk melindungi planet kita melalui adopsi transportasi hijau dan praktik pengiriman yang lebih ramah lingkungan.
Dalam industri logistik, perjalanan udara yang signifikan menghasilkan emisi penerbangan yang besar, mendorong peningkatan upaya untuk mendekarbonisasi penerbangan. Pada Oktober 2021, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mengeluarkan resolusi untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050, dengan 65% dari strategi ini mengandalkan adopsi Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (SAF), menunjukkan langkah berkomitmen untuk mempromosikan keberlanjutan.
Untuk memahami bagaimana perubahan ini dapat menciptakan perjalanan udara yang lebih berkelanjutan bagi bisnis Indonesia, sangat penting untuk memahami apa itu SAF.
SAF pada dasarnya adalah alternatif ramah lingkungan untuk bahan bakar jet tradisional. Ini berasal dari sumber daya terbarukan seperti minyak jelantah, lemak hewani, dan limbah pertanian, menjadikannya netral karbon. Bahan bakar inovatif ini dapat secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 80% tanpa perlu modifikasi pada mesin pesawat saat ini.
Munculnya SAF sangat relevan bagi bisnis Indonesia karena negara ini terus memperluas jejaknya dalam perdagangan internasional. Sejak Januari hingga November 2023, ekspor Indonesia mencapai US$236,41 miliar. Pada November 2023, impor negara itu bernilai US$19,59 miliar, menandai peningkatan 4,89% dari Oktober 2023 dan naik 3,29% dari November 2022.
Dengan peningkatan ekspor dan impor Indonesia ini, adopsi SAF menghadirkan peluang untuk tidak hanya mendukung peran Indonesia yang berkembang dalam perdagangan internasional tetapi juga berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan untuk penerbangan global.
Perekonomian Indonesia berkembang pesat pada ekspor sektor-sektor utama seperti elektronik, tekstil, dan barang-barang yang mudah rusak, yang memanfaatkan kombinasi angkutan udara dan metode pengiriman lainnya untuk menjangkau pasar internasional secara efisien.
Untuk elektronik saja, Indonesia menjadi eksportir terbesar ke-26 di dunia, mengekspor total barang senilai US$17,4 miliar. Pencapaian ini menggarisbawahi peran negara yang berkembang dalam perdagangan internasional dan mengisyaratkan potensi pertumbuhan yang lebih besar karena bertujuan untuk menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2045. Oleh karena itu, karena kegiatan impor dan ekspor Indonesia siap untuk ekspansi yang signifikan, sangat penting untuk mengadopsi praktik pelayaran berkelanjutan di sektor-sektor utama ini.
Selain itu, merangkul solusi logistik hijau, seperti adopsi SAF, juga penting bagi komitmen Indonesia terhadap inisiatif iklim dan untuk memenuhi janjinya untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060. Praktik ini tidak hanya bertujuan untuk meminimalkan jejak karbon dari pengiriman internasional, tetapi juga menanggapi meningkatnya permintaan internasional untuk rantai pasokan yang lebih ramah lingkungan.
Di DHL Express, peran penting kami dalam perdagangan Indonesia didukung oleh komitmen yang mendalam terhadap praktik bisnis yang berkelanjutan. Sejalan dengan nilai-nilai kami, kami telah menandatangani perjanjian strategis jangka panjang yang penting, yang menggarisbawahi dedikasi kami terhadap dekarbonisasi logistik penerbangan.
Perjanjian ini melibatkan akuisisi sekitar 668 juta liter SAF, yang difasilitasi melalui sertifikat bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAFc). Ditetapkan untuk diperpanjang lebih dari tujuh tahun hingga 2030, inisiatif ini merupakan salah satu komitmen industri penerbangan yang paling signifikan terhadap SAFc hingga saat ini. Melalui kemitraan progresif ini, kami berfokus untuk mencapai penghematan jejak karbon yang signifikan, menunjukkan dedikasi kami untuk masa depan yang lebih berkelanjutan dalam penerbangan.
Untuk bisnis lokal, memilih SAF daripada bahan bakar konvensional dapat menghasilkan emisi CO2 yang signifikan yang dihemat dengan pengiriman mereka, mencapai pengurangan hingga 30%. Pilihan ini juga berarti pengurangan 100% dalam emisi "Tank-to-Wake", yang terjadi dari penggunaan bahan bakar dalam penerbangan, dan pengurangan emisi "Well-to-Wake" hingga 80%, yang mencakup seluruh siklus hidup bahan bakar dari produksi hingga konsumsi.
Pada dasarnya, transisi ke SAF untuk bisnis Indonesia ini berkontribusi pada lingkungan yang lebih bersih dengan secara substansial mengurangi jejak karbon produk mereka.